Definisi Motivasi
Menurut Ellen A. Benowitz, motivasi adalah “kekuatan yang
menyebabkan individu bertindak dengan cara tertentu. Orang punya motivasi
tinggi akan lebih giat bekerja, sementara yang rendah akan sebaliknya.” John
R. Schemerhorn, et.al. mendefinisikan motivasi sebagai “mengacu pada pendorong
di dalam diri individu yang berpengaruh atas tingkat, arah, dan gigihnya upaya
seseorang dalam pekerjaannya.” Laurie J. Mullins mendefinisikan motivasi
sebagai “arahan dan kegigihan tindakan.”
Motivasi menurut Martin Covington adalah
“... deals with the why of behavior: Why for example, do
individuals choose to work on certain tasks and not on others: why do they
exhibit more or less energy in the pursuit of these tasks and why do some
people persist until the task is completed, whereas others give up before they
really starts, or in some cases pursue more elegant solutions long after
perfectly sensible answers have presented theselves.”
Definisi lain mengenai motivasi diajukan oleh Jere E. Brophy.
Menurut Brophy, motivasi adalah “
... a theoretical construct used to explain the initiation,
direction, intensity, persistence, and quality of behavior, especially
goal-directed behavior. Motives are hypotetical constructs used to explain why
people are doing what they are doing.”
Huitt, W. (2001) mengatakan motivasi adalah suatu kondisi
atau status internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan,
atau hasrat) yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam
rangka mencapai suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian
motivasi menurut Huitt, yaitu:
1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada perilaku seseorang;
2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan;
3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.
1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada perilaku seseorang;
2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan;
3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.
Thursan Hakim (2000 : 26) mengemukakan pengertian motivasi
adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu
perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan
siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar
yang ditimbulkan motif tersebut.
Selanjutnya, Jere E. Brophy mengutarakan bahwa “...
motivation is subjective and focused on the reasons behind our choices and
actions.”
Bagi Brophy, motivasi perlu dibedakan dengan tujuan maupun
strategi. Ia memberi contoh, respon seseorang atas lapar (motivasi) adalah
dengan pergi ke restoran (strategi) untuk mendapatkan makanan (tujuan). Hal
yang senada dengan Brophy juga diujar oleh Donna Walker Tileston bahwa
“... motivation relates to the drive to do something. Motives
are usually construed as relatively general needs or desires that energize
people to initiate purposeful action sequences.
Sehubungan dengan dunia kerja maupun akademisi, terdapat 2 jenis motivasi
yaitu :
a. Motivasi
Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada
paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
Motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial, yakni :
1. faktor pendorong
atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal,
2. tujuan yang
ingin dicapai,
3. strategi yang
diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan
sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang.
Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh factor di dalam diri
seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik sedangkan factor di luar diri
disebut ekstrinsik.
Faktor instrinsik berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan
pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan.
Sedangkan factor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena
pengaruh pimpinan, kolega atau faktor-faktor lain yang kompleks.
Berkaitan dengan proses belajar, motivasi belajar
sangatlah diperlukan. Diyakini bahwa hasil belajar akan meningkat kalau aka mempunyai motivasi belajar yang kuat. Motivasi belajar adalah keinginan siswa
untuk mengambil bagian di dalam proses pembelajaran (Linda S. Lumsden: 1994).
Siswa pada dasarnya termotivasi untuk melakukan suatu
aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari
pelajaran, atau merasa kebutuhannya terpenuh. Ada juga Siswa yang termotivasi
melaksanakan belajar dalam rangka memperoleh penghargaan atau menghindari
hukuman dari luar dirinya sendiri, seperti: nilai, tanda penghargaan, atau
pujian guru (Marx Lepper: 1988).
Menurut Hermine Marshall Istilah motivasi belajar mempunyai
arti yang sedikit berbeda. Ia menggambarkan bahwa motivasi belajar adalah
kebermaknaan, nilai, dan keuntungan-keuntungan kegiatan belajar belajar
tersebut cukup menarik bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Pendapat
lain motivasi belajar itu ditandai oleh jangka panjang, kualitas keterlibatan
di dalam pelajaran dan kesanggupan untuk melakukan proses belajar ( Carole
Ames: 1990).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
belajar adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong
oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang
datang dari luar. Kegiatan itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus
menerus dalam rangka mencapai tujuan.
Tinjauan dari segi dunia kerja
Penghukuman
– Penghukuman digunakan untuk menyediakan akibat-akibat tidak diinginkan dari
perilaku yang tidak diharapkan. Contoh, seorang pekerja telat untuk rapat
kemudian ditahan oleh pimpinan dan ‘dikeramas.’ Bahwa dengan penghindaran tidak
ada penghukuman aktual; maka dianggap tindakan penghukuman saja yang mampu
mengendalikan perilaku. Metode lain penghukuman adalah pencabutan hak istimewa,
skorsing, denda, demosi, dan pemecatan. Penggunaan penghukuman dapat mengurangi
perilaku yang tidak diinginkan; tetapi ia tetap tidak akan menghalangi perilaku
tidak diinginkan lainnya untuk muncul seperti moral kerja yang rendah,
produktivitas yang rendah, dan tindakan seperti pencurian dan sabotase.
Penghukuman bersifat kontroversial dan merupakan metode yang paling kurang
efektif dalam memotivasi pekerja.
Sumber Referensi :
Tinjauan dari segi dunia kerja
Sehubungan dengan dunia kerja, terdapat 2 jenis motivasi
yaitu :
(1) Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik berhubungan dengan reward nyata seperti gaji, keamanan posisi, promosi, kontrak, lingkungan kerja, dan kondisi kerja. Sebagian besar dari reward nyata ini ada di level organisasi dan berada di luar kewenangan manajer selaku individu.
(2) Motivasi Ekstrinsik.
Motivasi ekstrinsik berhubungan dengan reward yang bersifat
psikologis seperti kesempatan menggunakan kemampuan, rasa tertantang untuk
berprestasi, menerima pujian, pengakuan positif, dan diperlakukan secara baik.
Reward psikologis ini dapat diupayakan oleh manajer selaku individu karena
berada di dalam kemampuannya
Teori-teori Motivasi Pemuasan
Teori-teori motivasi pemuasan fokus pada penjelasan dan
pemprediksian perilaku berdasarkan kebutuhan manusia. Alasan utama orang
bertindak adalah demi memenuhi kebutuhan atau keinginannya untuk merasa puas.
Sebab itu, penting memahami teori motivasi pemuasan (kebutuhan). Orang ingin
puas dalam bekerja, dan mereka akan meninggalkan suatu perusahaan untuk melamar
di perusahaan lain demi memenuhi kebutuhan mereka. Kunci suksesnya kepemimpinan
adalah memenuhi kebutuhan para pekerja sementara mereka diharuskan mencapai
tujuan organisasi.
Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Harold Maslow – Maslow
mengembangkan teori kebutuhannya tahun 1943. Teori tersebut ia bangun
berdasarkan 4 asumsi (anggapan dasar) utama yaitu:
(1) Hanya kebutuhan yang
belum tercapai sajalah yang akan memotivasi orang;
(2) Kebutuhan orang tersusun
dari yang paling mendasar hingga yang paling rumit;
(3) Orang tidak akan
termotivasi untuk memuaskan kebutuhan tingkat tingginya jika yang di level
bawahnya belum terpuaskan; dan
(4) Maslow mengasumsikan orang punya 5
klasifikasi kebutuhan, yang disajikan dalam pola hirarkis dari yang paling
rendah hingga yang paling tinggi.
Teori hirarki kebutuhan Maslow menyatakan bahwa orang
termotivasi melalui 5 tingkat kebutuhan – fisiologis, keamanan, kepemilikan,
penghargaan, dan aktualisasi diri, yang rinciannya :
Kebutuhan fisiologis – Merupakan kebutuhan dasar atau primer
setiap orang yaitu udara, makanan, tempat berlindung, seks, dan penghindaran
dari rasa takut.
Kebutuhan keamanan – Bilamana kebutuhan fisiologis telah
terpenuhi, individu lalu memperhatikan keselamatan dan keamanan dirinya.
Kebutuhan memiliki – Setelah memperoleh keselamatan, orang
segera mencari kasih sayang, persahabatan, penerimaan, dan perasaan. Kebutuhan
kepemilikan juga disebut kebutuhan sosial.
Kebutuhan penghargaan – Setelah kebutuhan sosial terpenuhi,
individu fokus pada ego-nya, status, harga diri, pengakuan bagi apa yang ia
miliki, dan perasaan percaya diri dan prestise.
Kebutuhan aktualisasi diri – Tingkat kebutuhan tertinggi
adalah mencapai potensi penuh seseorang. Untuk melakukan ini, seseorang
mengembangkan diri, berprestasi, dan memperoleh kemajuan tertentu di dalam
hidupnya.
Hirarki kebutuhan Maslow umumnya dipelajari di sektor
psikologi dan bisnis karena ia menawarkan teori motivasi manusia yang cukup
kaya dan kepastiannya di tingkat individu. Kendati begitu, karya Maslow
dikritik karena tidak mempertimbangkan bahwa orang dapat berbeda tingkatan kebutuhannya
bergantung kehidupannya masing-masing. Juga, Maslow tidak memperhatikan
kenyataan bahwa orang dapat berbalik dari kebutuhan yang lebih tinggi ke arah
kebutuhan yang lebih rendah.
Kini, pengikut Maslow dan lainnya sadar bahwa kebutuhan
tidak-lah sesederhana seperti 5 tingkatan yang ia susun. Asumsi Maslow kini
telah diperbarui guna merefleksikan pandangan yang berbeda, dan banyak
organisasi saat ini menggunakan variasi dari metode manajemen seperti ia
tawarkan tahun 1943. Maslow juga diakui telah mempengaruhi sejumlah pakar
seperti Douglas McGregor, Rensis Likert, dan Peter Drucker.
Bagaimana teori hirarki kebutuhan Maslow diterapkan pada
ranah organisasi atau perusahaan? Kira-kira gambaran piramidalnya sebagai
berikut :
Teori Dua Faktor – Teori 2 Faktor dikembangkan oleh
Frederick Herzberg tahun 1960-an. Herzberg mengkombinasikan kebutuhan tingkat
rendah ke dalam satu klasifikasi yang ia sebut Hygiene-Maintenance, dan
kebutuhan tingkat tinggi ke dalam satu klasifikasi yang dia sebut Motivator.
Teori Dua Faktor berpendapat bahwa orang termotivasi oleh motivator ketimbang
faktor maintenance-hygiene.
Bagi Herzberg, faktor maintenance-hygiene juga dapat disebut
sebagai motivator yang bersifat ekstrinsik karena motivasi tersebut datang dari
luar diri pekerja atau pekerjaan itu sendiri. Motivasi ekstrinsik ini termasuk
gaji, keamanan pekerjaan, jabatan, kondisi kerja, jaminan perusahaan, dan
hubungan kerja. Faktor-faktor ini berhubungan dengan hal memenuhi kebutuhan
tingkat rendah.
Bagi Herzberg pula, faktor Motivator disebut sebagai
motivator intrinsik karena motivasi tersebut datang dari dalam diri pekerja
melalui pekerjaan itu sendiri. Motivator instrinsik termasuk prestasi,
pengakuan, tantangan, dan kemajuan. Faktor-faktor ini berhubungan dalam
pemenuhan kebutuhan tingkat tinggi dan lebih baik dalam memberikan motivasi
ketimbang faktor-faktor ekstrinsik. Jika seorang pekerja melakukan pekerjaan
secara benar bahkan lebih dari yang diharapkan, maka reward akan diperoleh
adalah pengumuman atasan atas prestasinya tersebut. Kira-kira demikian contoh
dari motivasi intrinsik tersebut.
Model motivasi Dua Faktor Herzberg didasarkan pada riset,
yang menyatakan ketidaksetujuan atas pandangan tradisional yang menganggap kepuasan dan ketidakpuasan berada selalu
berada dalam posisi yang saling berseberangan pada satu kontinum (model satu
dimensi). Bagi mereka, terdapat 2 kontinum: yaitu kontinum bukan tak puas oleh
lingkungan (maintenance) hingga ke arah tak puas, dan dari terpuaskan oleh
pekerjaan itu sendiri (termotivasi) hingga tak terpuaskan (tak termotivasi).
Pekerja berada pada kontinum tidak puas hingga bukan tidak
puas dengan lingkungannya. Herzberg berdalih bahwa sekadar menyediakan faktor
maintenance (pemeliharaan) akan mempertahankan pekerja untuk tetap menjadi
tidak puas, dan hal tersebut tidak akan membuat mereka terpuaskan atau
memotivasi mereka.
Sehubungan dengan faktor-faktor pemeliharaan, Herzberg yakin
bahwa jika pekerja yang dianggap rendah kinerjanya lalu diberikan kenaikan
gaji, maka mereka hanya akan beranjak ke posisi dari tak puas menjadi bukannya
tak puas. Namun, setelah ditunggu sekian lama, pekerja tersebut tidak juga
menunjukkan peningkatan kinerja. Hal ini terjadi karena perhatian hanya
diberikan secara satu dimensi. Manajemen perlu pula memperhatikan faktor-faktor
motivator agar menjadi tinggi sehingga pekerja menjadi termotivasi. Sehingga
Herzberg berkata bahwa manajemen harus fokus pada satu-satunya motivator :
Pekerjaan itu sendiri. Skema motivasi dari Herzberg sebagai berikut:
Pandangan umum bahwa uang merupakan motivator menganggap
bahwa uang berdampak lebih pada sejumlah orang ketimbang lainnya, dan ia akan
memotivasi sejumlah pekerja. Kendati demikian, uang bukan satu-satunya yang
memotivasi pekerja untuk bekerja lebih keras. Pernahkah anda beroleh kenaikan
gaji? Apakah dengan kenaikan tersebut, anda lebih termotivasi sehingga rajin
bekerja dan produktif? Uang memiliki batasan dalam kemampuannya memotivasi.
Berapa banyak guru yang sudah tersertifikasi tetapi tetap tidak juga
menunjukkan peningkatan kinerjanya terhadap peserta didik?
Teori Kebutuhan Diperoleh – Teori Kebutuhan Diperoleh
berpendapat bahwa orang termotivasi oleh kebutuhan mereka baik karena untuk
prestasi, kekuasaan, dan afiliasi. Teori ini secara garis besar sama dengan
teori prestasi (nAch) dari David McClelland. Namun, McClelland bukanlah
satu-satunya penyumbang utama Teori Kebutuhan Diperoleh ini. Selain McClelland,
teori ini juga dikembangkan oleh Henry Murray untuk kemudian diadaptasi oleh
John Atkinson.
Penting untuk pula memahami seberapa dekat hubungan antara
sifat, perilaku, dan motivasi. Kebutuhan Diperoleh juga secara luas
diklasifikasikan sebagai bentuk hubungan antara sifat dengan motivasi sejak
McClelland dan lainnya yakin bahwa kebutuhan sesungguhnya lebih didasarkan pada
sifat personal seseorang. Setiap orang punya tingkat kebutuhan yang
berbeda-beda.
Kebutuhan afiliasi McClelland secara esensial sama dengan
kebutuhan kepemilikan dari Maslow; kekuasaan dan prestasi berhubungan dengan
perhargaan, aktualisasi diri, dan perkembangan diri. Teori motivasi McClelland
tidak memasukkan kebutuhan tingkat rendah seperti fisiologis dan keamanan.
Teori Kebutuhan Diperoleh menyatakan bahwa semua orang punya
kebutuhan untuk berprestasi, berkuasa, dan berafiliasi, tetapi berbeda
derajatnya.
Terdapat sejumlah fenomena yang mengindikasikan bahwa pria
cenderung lebih berorientasi pada prestasi dan kekuasaan sementara perempuan
cenderung lebih berorientasi hubungan. Sejumlah gagasan dasar bagi pemotivasian
pekerja harus didasarkan pada upaya pemenuhan kebutuhan dominan mereka, dalam
mana:
- Memotivasi pekerja
dengan nAch tinggi. Berikan mereka tugas yang menantang dan bersifat tidak
rutin, dengan tujuan yang jelas dan bisa dicapai. Berikan mereka umpan balik
yang sering dan cepat mengenai kinerja yang mereka tunjukkan. Secara
terus-menerus, tingkatkan pertanggungjawaban mereka dalam melakukan hal baru.
- Memotivasi pekerja dengan nPow (berkuasa) tinggi. Biarkan
mereka berencana dan mengendalikan pekerjaan mereka sebisa mungkin. Coba
libatkan mereka dalam pengambilan keputusan, utamanya tatkala mereka terkena
dampak dari keputusan tersebut. Mereka cenderung menunjukkan kinerja terbaiknya
sendiri ketimbang bersama anggota tim. Coba tempatkan mereka pada keseluruhan
pekerjaan, bukan sebagian dari pekerjaan.
- Memotivasi pekerja
dengan nAff (afiliasi) tinggi. Pastikan mereka bekerja sebagai bagian dari tim.
Mereka merinci kepuasannya sendiri atas orang lain dengan mana mereka bekerja
ketimbang dari pekerjaan itu sendiri. Berikan mereka pujian dan pengakuan yang
besar. Delegasikan pertanggungjawaban untuk melakukan orientasi dan pelatihan
pekerja baru pada mereka.
Teori-teori Motivasi Proses
Teori-teori motivasi proses fokus pada upaya memahami
bagaimana pekerja menentukan perilakunya dalam upaya memenuhi kebutuhan mereka.
Teori-teori motivasi proses lebih rumit ketimbang teori-teori motivasi
pemuasan. Teori-teori motivasi pemuasan secara sederhana difokuskan pada
pengidentifikasian dan pemahaman atas kebutuhan manusia. Teori-teori motivasi
proses beranjak lebih jauh dengan berupaya memahami mengapa orang punya
kebutuhan yang berbeda, mengapa mereka perlu perubahan, bagaimana dan mengapa
orang memilih mencoba memuaskan kebutuhannya dengan aneka cara, proses-proses
mental manusia saat mereka coba memahami situasi, dan bagaimana mereka menilai
kepuasan atas kebutuhannya sendiri.
Teori Equitas – Pekerja ingin diperlakukan secara adil. Jika
pekerja mengira keputusan organisasi dan tindakan manajerial tidak adil, maka
mereka akan mengalami rasa marah dan dendam. Pekerja harus yakin bahwa mereka
diperlakukan secara adil jika mereka mau bekerja bersama secara efektif. Teori
Ekuitas sesungguhnya merupakan teori motivasi dari J. Stacy Adams, di mana
pekerja dikatakan termotivasi untuk mencari kesamaan sosial dalam hal reward
yang mereka terima (output) bagi kinerja yang mereka tunjukkan (input). Teori
Equitas berpendapat bahwa orang termotivasi tatkala mereka menganggap input
sama dengan output.
Lewat proses teori equitas, orang memperbandingkan input
mereka (upaya, pengalaman, senioritas, status, kecerdasan) dan output (pujian,
pengakuan, gaji, keuntungan, promosi, peningkatan status, dukungan supervisor)
dengan apa yang berlaku pada pekerja lain.
Individu lain yang kesetaraannya berusaha seorang pekerja
perbandingkan dapat berupa rekan kerja atau kelompok kerja yang sama atau
berbeda organisasi, bahkan dalam situasi yang hipotesis (“seandainya ....”).
Kata yang kerap digunakan dalam konteks kesetaraan ini adalah anggapan bukan
aktual dari input dan output. Orang lain mungkin menganggap bahwa Equitas
(kesamaan) adalah ada sehingga menyatakan bahwa orang yang mengeluh tentang
ketidaksetaraan adalah salah.
Distribusi gaji yang equitable (sama) adalah penting bagi
organisasi. Sayangnya, banyak pekerja cenderung menginflasikan
(melebih-lebihkan) upaya atau kinerja mereka tatkala diperbandingkan dengan
orang lain. Pekerja juga cenderung menganggap rendah apa yang orang lain capai.
Pekerja bisa jadi sangat termotivasi dan terpuaskan hingga suatu saat mereka
menemukan situasi di mana orang lain menerima lebih baik ketimbang mereka di
posisi yang setara.
Perbandingan dengan orang lain membawa seseorang pada tiga
kesimpulan:
(1) pekerja underrewarded (kurang dihargai);
(2) pekerja
overrewarded (dihargai secara berlebihan); dan
(3) pekerja equitably rewarded
(dihargai sebagaimanamestinya).
Teori Ekspektansi – Teori Ekspektansi didasarkan pada rumus
Victor Vroom yaitu motivasi = ekspektansi x instrumentalitas x valensi. Teori
Ekspektansi berpendapat bahwa orang termotivasi tatkala mereka yakin bahwa
ketika mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya, mereka akan mendapat reward,
dan reward tersebut akibat mereka melakukan tugas sebanding dengan usahanya.
Teori ini berdasar pada asumsi berikut: Baik faktor internal
(kebutuhan) dan eksternal (lingkungan) berdampak pada perilaku; perilaku adalah
keputusan individu; orang punya perbedaan kebutuhan, hasrat, dan tujuan; dan orang membuat keputusan
berdasarkan anggapan mereka terhadap hasil (outcome). Teori Ekspektansi terus
populer hingga saat ini.
Terdapat 3 variabel yang harus memenuhi syarat dalam rumus
Vroom agar motivasi terjadi, yaitu :
- Ekspektansi (pengharapan) mengacu pada anggapan seseorang
seputar kemampuannya (kemungkinannya) untuk menyelesaikan suatu tujuan.
Umumnya, semakin tinggi pengharapan, semakin baik kesempatan munculnya
motivasi. Tatkala pekerja tidak yakin bahwa mereka dapat menyelesaikan tujuan,
mereka tidak akan termotivasi untuk mencobanya.
- Instrumentalitas mengacu pada keyakinan bahwa kinerja akan
berujung pada reward. Umumnya, semakin tinggi instrumentalitas seseorang,
semakin besar kesempatan munculnya motivasi. Jika pekerja yakin mendapat
reward, maka pada diri mereka akan
muncul motivasi. Tatkala mereka tidak yakin, pekerja tidak akan termotivasi.
Contoh, Jokoy yakin ia akan menjadi manajer yang baik dan ingin beroleh promosi.
Kendati demikian, Jokoy punya kendali lain di luar dirinya yang menyatakan
bahwa promosi hanya bisa dicapai melalui kerja keras. Jokoy benci kerja keras.
Dengan demikian, Jokoy tidak akan termotivasi untuk bekerja demi promosi
tersebut.
- Valensi mengacu pada nilai yang seseorang posisikan selaku
hasil atau reward. Umumnya, semakin tinggi nilai (pentingnya) suatu outcome
(hasil) atau reward, semakin baik kesempatan munculnya motivasi. Contoh,
seorang supervisor bernama Gadissa, ingin seorang pekerja bernama Cantika,
untuk bekerja keras. Jika Cantika ingin beroleh promosi, ia mungkin akan
termotivasi. Kendati begitu, jika suatu promosi tidak penting bagi Cantika,
promosi tersebut tidak akan memotivasi Cantika.
Teori Tujuan – Riset yang diadakan oleh E.A. Locke dan
sejawatnya menyingkap bahwa latar belakang suatu tujuan punya efek positif atas
motivasi dan kinerja. Prestasi tinggi akan memotivasi individu untuk secara
konsisten terlibat dalam perancangan tujuan. Teori Tujuan berpendapat bahwa
tujuan spesifik dan rumit akan memotivasi orang. Perilaku kita punya tujuan
yang mana biasanya demi memenuhi kebutuhan. Sasaran memberi kita pemahaman akan
tujuan sebagaimana pada mengapa kita bekerja untuk memenuhi tugas yang
diberikan.
Teori Penguatan
Seorang teoretisi penguatan bernama Burrhus Frederic Skinner,
menyatakan bahwa untuk memotivasi pekerja tidaklah perlu-perlu amat
mengidentifikasi dan memahami kebutuhan (teori motivasi pemuasan) atau juga
tidak perlu-perlu amat memahami bagaimana pekerja memilih perilaku guna
memenuhi kebutuhan tersebut (teori motivasi proses). Apa yang manajer perlu
untuk lakukan hanyalah memahami hubungan antara pemberian perilaku tertentu dan
akibat-akibat yang ditimbulaknnya, untuk kemudian merancang suatu kontijensi
yang menguatkan perilaku yang diinginkan dan menghentikan perilaku yang tidak
diinginkan.
Teori Penguatan berpendapat bahwa melalui akibat-akibat dari
suatu perilaku, orang akan termotivasi untuk berbuat dengan cara yang sudah
ditentukan sebelumnya. Teori penguatan menggunakan modifikasi perilaku
(penerapan teori penguatan agar pekerja melakukan apa yang pemberi perilaku
ingin mereka lakukan) dan kondisi operasi (jenis dan jadual penguatan). Skinner
menyatakan bahwa perilaku dapat dipelajari lewat pengalaman seseorang akan
akibat positif ataupun negatif dari suatu perilaku. Tiga komponen dalam
kerangka Skinner sebagai berikut :
Metaanalisis rises empiris terkini selama lebih 20 tahun
menemukan bahwa teori penguatan mampu meningkatkan kinerja sebesar 17%. Sebab
itu, teori penguatan dapat dijadikan prediktor (penentu) yang konsisten atas
perilaku kerja. Dalam bagan di atas, perilaku adalah fungsi dari
akibat-akibatnya sendiri. Pekerja belajar apa perilaku yang harus mereka
tunjukkan, dan bukan yang mereka kehendaki sebagai hasil atau akibat atas
pemberian perilaku tertentu.
Jenis-jenis Penguatan
Positif – Suatu metode pemberdayaan perilaku secara
terus-menerus adalah dengan menawarkan akibat yang menarik (reward) bagi
kinerja yang diinginkan. Contoh, seorang pekerja datang ontime untuk rapat dan
diberi reward oleh manajer berupa ucapan terima kasih. Pujian digunakan guna
melakukan penguatan. Penguatan lainnya adalah gaji, promosi, cuti, dan
peningkatan status. Penguatan positif merupakan hasil dari hasil positif, dan
merupakan motivator terbaik bagi peningkatan produktivitas. Pemberian pujian
merupakan bentuk penguatan positif.
Penghindaran – Penghindaran juga disebut penguatan negatif.
Sebagaimana dengan penguatan positif, pekerja diberdayakan untuk meneruskan
perilaku yang diinginkan. Pekerja menghindari akibat-akibat negatif. Contoh,
seorang pekerja tepat waktu untuk rapat guna menghindarkan diri dari penguatan
negatif, seperti teguran atau dijewer telinganya oleh atasan. Aturan didesain
agar pekerja menghindari perilaku tertentu. Kendati begitu, aturan bukanlah
penghukuman. Penghukuman diberikan hanya jika aturan dilanggar. Penghindaran
ada di dalam sisi pekerja, di mana mereka berusaha menghindar dari situasi yang
tidak mereka inginkan.
Pemusnahan – Ketimbang memberdayakan perilaku yang
diinginkan, pemusnahan merupakan upaya mengurangi atau menghilangkan perilaku
yang tidak diinginkan dengan menahan penguatan tatkala perilaku muncul. Contoh,
seorang pekerja yang telat untuk rapat tidak diberi reward dengan pujian. Atau
manajer menahan reward nilai, seperti penaikan upah, hingga saat pekerja
menampilkan kinerja sesuai standar. Dari cara pandang lainnya, manajer yang
tidak mereward suatu kinerja baik yang ditunjukkan pekerja dapat berakibat
musnahnya perilaku tersebut. Dengan kata lain, jika anda mengabaikan kinerja
pegawai yang baik, kinerja baik tersebut akan terhenti akibat pekerja berpikir
“mengapa saya harus melakukan kinerja bagus jika reward tidak kudapatkan?”
Sumber Referensi :
(*) Ellen A. Ellen A. Benowitz, Principles of Management (New York: Hungry Minds,
2001).Benowitz, p.127.
(*) John R. Schemerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn,
Organizational Behavior, 7th Edition (Phoenix : John Wiley & Sons, 2002) ,
p.147.
(*) Laurie J. Mullins, Management and Organisational
Behavior, 7th Edition, (Essex: Pearson Education Limited, 2005) p.471.
(*) Martin V. Covington, Making the Grade: A Self-Worth
Perspective on Motivation and School Reform, (New York: Cambridge University
Press 1992) p.12-3. Lihat juga Robert J. Marzano, What Works in School:
Translating Research into Action, (Virginia: Association for Supervision and
Curriculum Development, 2003) p.144.
(*) Jere E. Brophy, Motivating Student to Learn, (New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc, 2004) p. 4.
(*) Donna Walker Tileston, What Every Teacher Should Know
about Student Motivation, (California: Corwin Press, 2004) p.2-5.
(*) Robert N. Lussier and Christopher F. Achua, Leadership:
Theory, Application, and Skill Development, 4th Edition (Mason: South-Western
Cengage Learning, 2010) p.81.
(*) Laurie J. Mullins, op.cit. Jika diseling dengan footnote
lain, tulisan ini mendasarkan dirinya pada Mullins ini.
(*) http://bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html
(*) http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108909-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-motivasi/