Kesempurnaan berasal dari kata dasar "sempurna" yang mendapat awalan "ke" dan akhiran "an" yang artinya utuh tanpa cacat dan aib. Kesempurnaan manusia berarti keutuhan sebagaimana layaknya manusia. Dikatakan buah anggur sempurna, tentu berkaitan dengan kelezatannya, warnanya, bentuknya, dan rasanya.
Diantara makhluk-makhluk Alloh SWT. manusialah yang paling mulia dan sempurna, dimuliakan kedudukannya atas makhluk lain, karena mempunyai gabungan macam-macam sifat yang komplit atau nilai lebih yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Dengan akalnya manusia dapat mengetahui hal-hal rahasia dapat menikmati keindahan yang beraneka ragam dari satu jenis bahan makanan dapat dijadikan berbagai jenis makanan, sedang hewan tidak, cukup rumput sebagai rumput.
Manusia juga dapat hidup dalam kondisi lingkungan sebagaimana di Kutub ataupun di padang Sahara. Manusia cepat ddan mudah menyesuaikan diri dengan benda-benda yang ada disekitarnya. Seorang pengemudi bis, dirinya akan menyesuaikan dengan bis saat dia mengemudikannya, begitu juga dengan mereka yang mengendarai motor, sepeda, mobil, dan sebagainya.
Alloh SWT berfirman dalam surah Al-isra' ayat 70 yang artinya: " Dan sungguh Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka didaratan dan dilautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan ".
Kesempurnaan yang telah dikaruniakan Alloh SWT kepada manusia harus dipertahankan dan diperjuangkan, agar kesempurnaan itu tetap utuh, karena banyak batasan-batasan yang harus ditaati. Kalau hidup hanya asal hidup, maka tak ada masalah, tapi karena hidup ini adalah mazroatul akhirah, maka manusia diuji untuk mempertahankan kesempurnaan itu, sehingga benar-benar diketahui mereka yang sempurna dan tidak sempurna.
Berlajunya era yang mengacu pada globalisasi internasional, ada kecenderungan pada manusia kurang memperhatikan unsur-unsur nalurilah yang pada hakikatnya menyuruh kepada kebaikan, kebenaran dan kemashlahatan.
Rasa malu yang merupakan naluri manusia sering kali disepelekan, dianggap kolot dan ketinggalan jaman. Seorang Ayah dan Ibu dengan memakai pakaian pendek, santai bersama putra-putrinya dianggap sepele tidak mempunyai ekses, Padahal kalau kita telusuri lebih dalam lagi, kita akan ketahui hal itu membawa ekses (akibat) negatif yang besar, apalagi bila putra-putrinya dalam usia puber.
Lalu siapa yang patut disalahkan bila kenakalan remaja terus meningkat?Bukankah hal itu bermula dari hal-hal yang dianggap sepele, yaitu hilangnya rasa malu pada orang tua.
Seluruh manusia memiliki rasa malu, terutama pada wanita. Wanita pada dasarnya malu menampakkan auratnya, tapi karena unsur nafsu yang bicara lebih menguasai dirinya, maka rasa malu terabaikan dengan alasan yang dibuat-buat.
Wanita yang memakai rok pendek saat duduk di job mobil Angkutan kota, secara reflek dia akan menutupi pahanya, agar tak terlihat oleh mereka yang ada disamping ataupun didepannya. Ini membuktikan manusia tidak bisa lepas dari rasa malu. Tapi kenapa ia biarkan bathinnya tertekan dan terus tertekan oleh nalurinya sendiri? Tanpa kesadaran untuk mewujudkannya dalam perbuatan. Padahal kesempurnaan seseorang terlihat dari bagaimana dia memahami suatu kebenaran serta mengamalkan, walau sekecil apapun. Terutama pada rasa malunya yang manivestasinya mengarah pada kesempurnaan akhlak.
Rasululloh SAW bersabda:
"Sesungguhnya semua agama itu mempunyai akhlak, dan akhlak Islam itu adalah perangai malu"
Adapun tiga macam malu yang merupakan sendi dari kebaikan itu adalah :
- Malu kepada diri sendiri;
- Malu kepada manusia;
- Malu kepada Alloh SWT..
Malu kepada diri sendiri, malu kepada dirinya yang selalu bergelimang dosa yang sedikit amal ibadahnya dibandingkan orang lain, kemudian mendorongnya untuk lebih meningkatkan amal ibadahnya dan pengabdiannya kepada Alloh SWT.
Malu kepada manusia, menahan dirinya dari hal-hal tercela karena orang lain, sehingga terpelihara dari suatu kejahatan. Walaupun tidak mendapatkan pahala yang sempurna, juga diharapkan kebaikannya dari Alloh SWT. atas terpeliharanya dari hal tersebut.
Malu kepada Alloh SWT., tidak berani melanggar apa yang telah menjadi ketetapan-Nya dalam dirinya terpatri kuat bahwa Alloh SWT. senantiasa melihat apa yang dilakukannya, walau tersembunyi sekalipun.
Jika ketiga malu tersebut ada dalam diri seseorang, dijamin akan terpelihara dari hal-hal yang tercela, maka sempurnalah dirinya sebagai manusia. Namun jika hal tersebut hilang, maka hilanglah identitasnya sebagai manusia. Sebagaimana firman Alloh SWT. dalam surah Al-A'raaf ayat 179 yang artinya: " Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Neraka Jahananam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Alloh), mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kebesaran Alloh), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Alloh).mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. "
Meskipun malu itu merupakan naluriah manusia dalam penggunaannya memerlukan usaha. Ilmu pengetahuan dan niat yang tulus perlu dilatih untuk mengakui bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah, sehingga dengan kebiasaan tersebut sempurnalah sebagai manusia, caranya mudah dengan selalu bertanya pada hati nurani dalam setiap perbuatan.
Sabda Rasululloh SAW :
" Sesungguhnya didalam tubuh ( Manusia ) ada segumpal darah, bila baik, maka baiklah seluruhnya, dan bila rusak, maka rusaklah tubuh seluruhnya, dialah hati. "
Maka dari itu, marilah kita budayakan rasa malu yang tinggi sebagai taming menghadapi era globalisasi, demi terciptanya manusia seutuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar